Blog

7 Fakta Penting Pajak Internasional & Global Minimum Tax 15% yang Wajib Diketahui Perusahaan Multinasional di 2025

Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir, globalisasi dan digitalisasi ekonomi telah memperluas aktivitas lintas batas perusahaan multinasional. Namun, hal ini juga menciptakan tantangan baru bagi otoritas pajak di seluruh dunia. Banyak perusahaan besar memanfaatkan celah hukum untuk memindahkan laba ke yurisdiksi bertarif rendah atau bahkan bebas pajak (tax havens). Praktik ini dikenal dengan istilah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Sebagai respons, OECD bersama negara anggota G20 merumuskan Inclusive Framework on BEPS, yang menghasilkan dua pilar utama. Pilar Pertama mengatur redistribusi hak pemajakan bagi negara tempat pasar dan konsumen berada. Sementara Pilar Kedua, yang lebih dikenal dengan istilah Global Minimum Tax (GloBE Rules), bertujuan memastikan setiap perusahaan multinasional membayar pajak dengan tarif efektif minimal 15% di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi.

Melalui penerapan Pilar Kedua ini, diharapkan tidak ada lagi “perlombaan menurunkan tarif pajak” antarnegara demi menarik investasi asing. Sebaliknya, kebijakan ini diharapkan mendorong keadilan fiskal dan stabilitas penerimaan negara.

Latar Belakang dan Dasar Hukum

Kesepakatan Global Minimum Tax dihasilkan dari konsensus lebih dari 140 yurisdiksi dalam kerangka kerja OECD/G20. Peraturan ini terutama berlaku bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global konsolidasi tahunan minimal €750 juta dalam dua dari empat tahun pajak terakhir. Artinya, kebijakan ini menyasar entitas besar dan tidak berlaku langsung bagi usaha kecil dan menengah.

Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif mendukung penerapan kebijakan ini. Pada pertengahan tahun 2024, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan atas Pajak Minimum Global, yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Pilar Kedua di Indonesia. Regulasi ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025 dan menandai komitmen Indonesia untuk menerapkan standar pajak global yang telah disepakati secara internasional.

Menurut laporan EY Global (2025) dan KPMG Indonesia (2025), aturan tersebut mencakup ketentuan mengenai perhitungan pajak tambahan (top-up tax), pelaporan informasi global (GloBE Information Return), serta mekanisme koordinasi antarnegara untuk menghindari pengenaan pajak berganda.

baca selengkapnya https://gpkonsultanpajak.co.id/penawaran-jasa-pembukuan-perpajakan-dan-bpjs-tenaga-kerja-dalam-satu-paket-dengan-biaya-terjangkau-bagi-umkm/

baca selengkapnya https://www.gpckonsultanpajak.com/per-17-pj-2025-bikin-bingung-great-performance-consulting-siap-bantu/

Mekanisme Penerapan Pajak Minimum Global

Penerapan GMT dilakukan melalui tiga mekanisme utama, yaitu:

  1. Income Inclusion Rule (IIR)
    Mekanisme ini memberikan hak kepada negara tempat induk perusahaan berada untuk mengenakan pajak tambahan jika entitas anak di yurisdiksi lain membayar pajak dengan tarif efektif di bawah 15%.
  2. Domestic Minimum Top-Up Tax (DMTT)
    Negara tempat perusahaan beroperasi dapat mengenakan pajak tambahan di tingkat domestik apabila tarif efektif pajak di negaranya berada di bawah ambang batas 15%. Langkah ini penting agar negara tersebut tetap memperoleh penerimaan pajak tanpa harus menyerahkan hak pemajakan kepada negara lain.
  3. Undertaxed Payments Rule (UTPR)
    Jika dua mekanisme sebelumnya tidak dapat diterapkan secara penuh, negara lain tempat grup perusahaan beroperasi dapat mengenakan pajak tambahan atas transaksi lintas batas yang belum dikenai pajak minimum.

Selain tiga mekanisme di atas, OECD juga menetapkan Substance-Based Income Exclusion (SBIE), yaitu pengecualian sebagian laba berdasarkan biaya tenaga kerja dan aset berwujud di masing-masing negara. Tujuannya adalah agar kegiatan ekonomi riil tidak terkena dampak negatif akibat penerapan tarif minimum global.

Dampak dan Implikasi bagi Perusahaan Multinasional

Bagi perusahaan multinasional, kebijakan ini membawa dampak yang cukup besar, baik dari sisi kepatuhan administrasi maupun strategi bisnis.

Pertama, perusahaan harus melakukan penghitungan Effective Tax Rate (ETR) di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi. ETR dihitung dengan membandingkan total pajak yang dibayar dengan laba yang dihasilkan setelah penyesuaian sesuai standar GloBE. Jika ETR suatu negara di bawah 15%, maka akan dikenakan pajak tambahan (top-up tax).

Kedua, perusahaan wajib menyiapkan pelaporan baru yang disebut GloBE Information Return (GIR), berisi informasi detail terkait entitas konstituen, struktur kepemilikan, pendapatan, pajak yang dibayar, dan perhitungan ETR. Kewajiban pelaporan ini meningkatkan transparansi, namun juga menambah beban kepatuhan administrasi.

Ketiga, struktur perusahaan dan strategi investasi perlu dievaluasi ulang. Insentif pajak seperti tax holiday atau tax allowance yang selama ini dinikmati bisa berkurang efektivitasnya karena tetap dihitung dalam perbandingan ETR global. Dengan demikian, perusahaan harus menyeimbangkan antara manfaat insentif domestik dan potensi beban pajak tambahan dari negara lain.

Keempat, dari sisi keuangan, kebijakan ini dapat memengaruhi arus kas dan perencanaan fiskal. Pajak tambahan mungkin harus dibayar setelah perhitungan tahunan, sehingga manajemen kas menjadi hal penting untuk diperhatikan.

Dampak terhadap Indonesia

Bagi Indonesia, penerapan Global Minimum Tax memiliki dua sisi. Dari sisi positif, kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat keadilan fiskal, karena perusahaan multinasional tidak lagi dapat memindahkan laba secara bebas ke negara bertarif rendah. Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan Domestic Minimum Top-Up Tax (DMTT) untuk memastikan bahwa pajak tambahan dibayarkan di dalam negeri, bukan di negara lain.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan. Kompleksitas aturan dan kebutuhan pelaporan lintas negara dapat menjadi beban administrasi tambahan, baik bagi otoritas pajak maupun perusahaan. Selain itu, daya saing Indonesia dalam menarik investasi baru bisa terdampak jika tidak diimbangi dengan kebijakan insentif yang tepat sasaran dan transparan.

Menurut laporan OECD (2025) dan Bisnis Indonesia (2025), Indonesia telah mendapatkan status “qualified” untuk mekanisme IIR dan DMTT dari OECD, yang berarti peraturan domestik diakui sesuai standar internasional. Status ini penting agar Indonesia dapat tetap mempertahankan hak pemajakannya atas laba yang dihasilkan di wilayahnya.

Tantangan Implementasi

Beberapa tantangan utama yang perlu diantisipasi antara lain:

  1. Kesiapan Infrastruktur Data dan Sistem Pelaporan.
    Direktorat Jenderal Pajak perlu memperkuat sistem pelaporan digital agar mampu menerima dan memverifikasi data lintas negara secara efisien.
  2. Kapasitas SDM dan Koordinasi Internasional.
    Diperlukan pelatihan dan peningkatan kapasitas aparatur pajak agar mampu memahami kompleksitas aturan GloBE. Koordinasi dengan otoritas pajak negara lain juga menjadi kunci untuk menghindari tumpang tindih pemajakan.
  3. Dampak terhadap Kebijakan Insentif.
    Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan insentif fiskal seperti kawasan ekonomi khusus, tax holiday, atau super deduction agar tetap relevan dalam kerangka pajak minimum global.
  4. Risiko Sengketa Pajak.
    Karena banyaknya yurisdiksi terlibat, potensi sengketa pajak lintas negara meningkat. Diperlukan mekanisme penyelesaian yang cepat dan transparan.

Kesimpulan

Global Minimum Tax merupakan langkah monumental dalam reformasi pajak internasional. Kebijakan ini mendorong terciptanya sistem perpajakan global yang lebih adil dan transparan, sekaligus mengurangi praktik penghindaran pajak. Dengan disahkannya PMK Nomor 136 Tahun 2024, Indonesia menunjukkan komitmen kuat untuk menyesuaikan sistem perpajakannya dengan standar global.

Bagi perusahaan multinasional, penerapan aturan ini menuntut kesiapan yang tinggi, baik dari segi pelaporan, akuntansi, maupun strategi fiskal. Sementara bagi pemerintah, tantangannya adalah memastikan kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif tanpa menurunkan daya saing investasi nasional.

Dengan implementasi yang cermat, Global Minimum Tax tidak hanya akan memperkuat penerimaan negara, tetapi juga menciptakan tatanan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.

baca selengkapnya https://www.gpkonsultanpajak.com/7-situasi-kapan-umkm-wajib-punya-npwp-badan-penjelasan-resmi-dan-panduan-lengkap-2025.html

baca selengkapnya https://www.gptaxconsultant.com/7-crucial-benefits-of-periodic-tax-reporting-services-for-foreign-investment-pma-in-indonesia/

Bagikan artikel

Have a Question?

Call to us or leave your phone number, and we call you back

We online 24/7

(480) 555-0103