Sebuah bisnis yang beroperasi pasti membutuhkan lokasi fisik sebagai pusat operasional untuk menjalankan kegiatan usahanya. Pada dasarnya, perusahaan perlu mengeluarkan biaya untuk memastikan bahwa bisnis atau usaha tersebut beroperasi secara legal di suatu lokasi. Salah satu biaya yang diperlukan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Sebagai perusahaan yang berdiri di lokasi tertentu, wajib untuk membayar pajak atas gedung atau tanah yang digunakan untuk kegiatan usahanya melalui PBB.
Pajak ini dikenakan atas kepemilikan tanah dan bangunan yang dimiliki oleh masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Artikel ini akan membahas definisi dan pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan dalam konteks pembangunan ekonomi di Indonesia, hingga cara perhitungannya, simak sampai selesai.
Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan?
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan biaya yang harus disetor berdasarkan keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi individu atau badan. Karena PBB bersifat kebendaan, tarifnya ditentukan berdasarkan kondisi objek bumi atau bangunan yang dimiliki.
Tujuan pembayaran pajak ini adalah untuk mendukung pembangunan oleh pemerintah. Pembayaran pajak yang lancar oleh masyarakat diharapkan dapat membantu penyediaan fasilitas umum dan lapangan kerja.
Jenis PBB lebih berfokus pada objek (tanah dan bangunan) daripada subjek (pemilik). Besarnya pajak ditentukan oleh jumlah objek, bukan subjek. Jadi, bagi mereka yang memiliki tanah atau bangunan, kewajiban membayar pajak ini menjadi suatu hal yang penting. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan untuk objek pajak umumnya adalah 0,5 persen.
Baca Juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Benar Agar Tidak Salah Hitung!
Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek PBB mencakup tanah atau bangunan yang dikenai pajak. Objek bumi melibatkan sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, dan tambang. Sedangkan objek bangunan termasuk rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang, dan jalan tol.
Subjek PBB adalah pihak atau entitas yang memiliki kewajiban membayar pajak. Secara umum, subjek pajak dapat dibagi menjadi dua kategori, personal (individu) dan badan hukum. Mereka yang memiliki kepemilikan atas objek pajak, baik secara individu maupun lembaga, wajib membayar PBB.
Beberapa kriteria subjek, baik personal maupun badan, yang harus memenuhi syarat untuk membayar PBB antara lain:
- Mendapatkan manfaat dari sebuah bangunan.
- Memperoleh manfaat dari tanah.
- Memiliki bangunan.
- Menguasai bangunan.
- Memiliki hak atas tanah.
Tidak semua tanah dan bangunan dapat menjadi objek PBB. Beberapa yang tidak termasuk digunakan untuk kepentingan umum (sosial, ibadah, kesehatan, kebudayaan, pendidikan, sejarah) menjaga flora dan fauna (hutan suaka alam, hutan lindung, taman nasional), atau digunakan oleh perwakilan negara atau organisasi internasional (konsulat, kedutaan).
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan diatur oleh beberapa Undang-Undang di Indonesia, termasuk Undang-Undang No.12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1985 terkait PBB. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah juga mengatur kewenangan pemerintah daerah dan pusat terkait PBB.
Dasar hukum untuk menghitung PBB terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No. 12 Tahun 1994, dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002. Penghitungan PBB didasarkan pada Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yang merupakan persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP telah ditetapkan dengan rentang nilai antara 20% hingga 100%.
Pengenaan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang dihitung berdasarkan harga rata-rata atau pasar saat transaksi jual beli. Setiap daerah memiliki NJOP yang berbeda, dipengaruhi oleh faktor seperti bahan bangunan, letak, rekayasa, kondisi lingkungan, pemanfaatan, dan peruntukan.
Cara Menentukan Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Terdapat tiga tahap dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):
- Menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Harga tanah dan bangunan harus diketahui sebelum menghitung PBB.
- Menentukan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). NJKP dihitung dengan mengalikan persentase NJKP dengan NJOP, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan.
- Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB dihitung dengan rumus 0,5% dari NJKP.
Dasar hukum untuk peraturan Pajak Bumi dan Bangunan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) telah dinaikkan sesuai dengan ketentuan Pasal 41 UU HKPD. Tarif PBB-P2 tertinggi adalah 0,5%, dan tarif untuk lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah.
Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
Menghitung besarnya PBB melibatkan beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor tersebut termasuk Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOP), Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOTKP).
Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melibatkan beberapa langkah dan faktor tertentu. Berikut adalah langkah-langkah umum untuk menghitung PBB:
1. Tentukan Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata pasar tanah dan bangunan dalam satu wilayah. NJOP dapat diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
2. Hitung Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJKP)
NJKP merupakan persentase tertentu dari NJOP, yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Persentase NJKP berkisar antara 20% hingga 100%, tergantung pada jenis objek pajak dan peraturan yang berlaku.
3. Tentukan Tarif Pajak
PBB dikenakan pada NJKP dengan tarif tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Misalnya, tarif PBB dapat ditetapkan pada 0,5% dari NJKP.
4. Hitung Besaran PBB
Besaran PBB dihitung dengan mengalikan NJKP dengan tarif pajak yang berlaku. Rumusnya: PBB = NJKP x Tarif Pajak.
5. Perhatikan Faktor-faktor Khusus
Untuk properti yang terkait dengan Pajak Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), nilai NJKP dapat bervariasi. NJKP untuk rumah dan apartemen bisa berbeda tergantung pada nilai NJOP-nya.
6. Tentukan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOTKP)
NJOTKP adalah nilai tertentu yang tidak dikenakan pajak dan ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
7. Hitung Pajak yang Harus Dibayar
Pajak yang harus dibayar dihitung dengan mengurangkan NJOTKP dan NJKP. Pajak = NJKP – NJOTKP.
8. Bayar PBB
Setelah menghitung jumlah PBB yang harus dibayarkan, Wajib Pajak harus membayarnya sesuai dengan ketentuan waktu yang berlaku.
Penting untuk selalu memahami peraturan dan kebijakan PBB yang berlaku di daerah setempat, karena aturan dan tarif pajak dapat berbeda-beda. Wajib Pajak juga disarankan untuk memperoleh informasi terbaru dari otoritas pajak setempat atau Badan Pertanahan Nasional untuk memastikan perhitungan PBB yang akurat.
Sudah mengetahui tentang pajak bumi dan bangunan? tapi masih bingung? Yuk percayakan urusan pajak bumi dan bangunan kepada jasa konsultan pajak terpercaya dari Great Performance Consulting sekarang! Semoga artikel ini bermanfaat dan terimakasih.