Tarif Progresif PPh 21: Contoh dan Cara Perhitungannya

Tarif Progresif PPh 21 Contoh dan Cara Perhitungannya

Berbicara mengenai Tarif Progresif PPh 21, hal ini tidak hanya relevan bagi Wajib Pajak (WP) Pribadi yang berstatus sebagai karyawan atau pekerja lepas, tetapi juga mencakup WP Pribadi yang memperoleh penghasilan dari sumber selain gaji, seperti pengusaha dan sejenisnya.

Baik karyawan, pekerja lepas, maupun individu yang berperan sebagai pengusaha, semuanya tunduk pada perhitungan tarif dan kelompok PPh 21 Orang Pribadi yang sama. Fokus pembahasan kali ini akan lebih diarahkan pada tarif progresif dan PPh Pasal 21 untuk karyawan. Hal ini disebabkan oleh pemungutan PPh 21 Karyawan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan atau Perusahaan.

Apa Itu Tarif Progresif PPh 21?

Tarif progresif PPh 21 adalah suatu sistem perhitungan pajak yang diterapkan pada Penghasilan Kena Pajak (PKP) Orang Pribadi, di mana tarif pajak yang dikenakan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penghasilan.

Konsep ini didasarkan pada prinsip bahwa individu dengan penghasilan lebih tinggi akan membayar proporsi pajak yang lebih besar, sedangkan individu dengan penghasilan lebih rendah akan membayar proporsi pajak yang lebih kecil.

Baca Juga: Cara Menghitung PPh 21 yang Benar Agar Tidak Salah Hitung!

WP Badan atau Perusahaan bertanggung jawab memotong PPh 21 dari gaji karyawan setiap bulan, dan selanjutnya perusahaan wajib membayar atau menyetorkan jumlah pajak yang dipotong tersebut ke kas negara. Dalam mengelola badan atau perusahaan, peran karyawan sangat penting dalam mendukung kemajuan bisnis yang dikelola.

Oleh karena itu, segala aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan, termasuk pendapatan, tunjangan, dan aspek perpajakan, harus diperhatikan dengan seksama. Ini melibatkan pemahaman tentang PPh Pribadi dan Tarif Pajak Progresif PPh 21 yang akan diterapkan.

Pajak Tarif Progresif PPh 21

Dalam melakukan perhitungan PPh 21, pemahaman terhadap sifat progresif dari pajak penghasilan menjadi kunci utama. Oleh karena itu, sebelum memulai perhitungan, penting untuk mengetahui struktur tarif PPh yang diterapkan pada wajib pajak.

Peraturan mengenai pajak penghasilan progresif pada tahun 2023 tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan yang telah direvisi menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

  1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan tahunan hingga Rp 60.000.000 akan dikenai tarif pajak sebesar 5 persen.
  2. Sedangkan wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 60.000.000 hingga Rp 250.000.000 akan dikenakan tarif sebesar 15 persen.
  3. Tarif pajak sebesar 25 persen diterapkan pada wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000.
  4. Selanjutnya, wajib pajak yang memiliki penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000 hingga Rp 5.000.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 30 persen.
  5. Sementara itu, wajib pajak dengan pendapatan di atas Rp5 miliar per tahun akan tunduk pada tarif baru, yakni 35 persen.

Demikianlah, pemahaman terhadap tarif progresif PPh 21 merupakan langkah awal yang penting sebelum melibatkan diri dalam perhitungan pajak yang akurat. Penting juga untuk selalu memantau perubahan dalam regulasi perpajakan guna memastikan kepatuhan pajak yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Undang-Undang PPh Pasal 21 dan Tarifnya

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia mengatur berbagai ketentuan terkait pajak penghasilan, termasuk Pasal 21 yang mengatur pajak penghasilan yang harus dipotong oleh pemberi kerja atau pemberi penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pegawai atau penerima penghasilan.

Pajak Penghasilan Pasal 21 ini umumnya dikenakan pada penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, dan tunjangan lainnya yang diterima oleh pekerja atau karyawan dari pemberi kerja. Berikut ini adalah tarif PPh Pasal 21 terbaru yang berlaku sejak September 2020:

  1. Tarif Progresif PPh 21 Standar: 5% (lima persen)
  2. Tarif Khusus untuk Pegawai Tertentu (Pegawai Berpenghasilan Tinggi): 30% (tiga puluh persen)

Perlu diingat bahwa Tarif Progresif PPh 21 ini dihitung atas dasar bruto penghasilan, artinya tanpa dikurangi oleh potongan-potongan tertentu. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat dan sesuai dengan situasi pribadi, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli perpajakan atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.

Perubahan dalam peraturan perpajakan dapat terjadi, oleh karena itu, selalu disarankan untuk memastikan informasi terkini dengan merujuk pada sumber resmi, seperti situs web Direktorat Jenderal Pajak atau mendiskusikannya dengan konsultan pajak terkait.

Contoh Perhitungan Tarif Progresif PPh 21

Tarif progresif PPh 21 mengacu pada pengenaan pajak penghasilan yang meningkat seiring dengan peningkatan penghasilan karyawan. Berikut adalah contoh perhitungan tarif progresif PPh 21:

Data Pekerja:

  • Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 10.000.000,-

Perhitungan PPh 21:

Tarif Standar (5%):

  • Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 10.000.000,-
  • Tarif PPh 21: 5%
  • PPh yang harus dipotong: Rp 10.000.000 x 5% = Rp 500.000,-

Tarif Progresif (contoh menggunakan tarif progresif 5%, 15%, dan 25%):

Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 10.000.000,-

Tarif Progresif PPh 21:

  • 5% untuk penghasilan hingga Rp 50.000.000,-
  • 15% untuk penghasilan antara Rp 50.000.001,- hingga Rp 250.000.000,-
  • 25% untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000,-

Perhitungan:

  • Bagian pertama (5%): Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000,-
  • Bagian kedua (15%): (Rp 10.000.000 – Rp 50.000.000) x 15% = Rp 0,- (karena penghasilan tidak mencapai batas)
  • PPh yang harus dipotong: Rp 2.500.000 + Rp 0 = Rp 2.500.000,-

Dalam contoh ini, kita melibatkan tarif progresif dengan tiga tingkat tarif yang berbeda. Namun, perlu dicatat bahwa penerapan tarif progresif yang sebenarnya dapat berbeda tergantung pada kebijakan pemerintah dan peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, selalu penting untuk merujuk pada peraturan perpajakan terbaru atau berkonsultasi dengan ahli perpajakan untuk perhitungan yang akurat.

Contoh Perhitungan PPh 21 Pribadi Jadi Lebih Rendah karena RUU HPP

Per Januari 2023, saya tidak memiliki informasi terkini tentang adanya RUU HPP (Rancangan Undang-Undang Harga Patokan Pembelian). Namun, perhitungan PPh 21 dipengaruhi oleh aturan-aturan pajak yang berlaku pada saat itu.

Jika ada perubahan regulasi yang membuat PPh 21 pribadi menjadi lebih rendah, hal tersebut dapat disebabkan oleh penyesuaian tarif pajak, pengenaan pemotongan pajak, atau aturan-aturan baru yang menguntungkan bagi pembayar pajak.

Berikut adalah contoh perhitungan PPh 21 yang lebih rendah karena adanya perubahan aturan (meskipun contoh ini bersifat khayalan dan tidak mencerminkan keadaan aktual):

Data Pekerja (sebelum perubahan):

  • Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 20.000.000,-
  • Tarif PPh 21: 5%

Perhitungan PPh 21 (sebelum perubahan):

  • PPh yang harus dipotong: Rp 20.000.000 x 5% = Rp 1.000.000,-

Data Pekerja (setelah perubahan):

  • Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 20.000.000,-
  • Tarif PPh 21 (setelah perubahan): 3%

Perhitungan PPh 21 (setelah perubahan):

  • PPh yang harus dipotong: Rp 20.000.000 x 3% = Rp 600.000,-

Dalam contoh ini, kita memperkirakan bahwa adanya perubahan aturan (misalnya, pengurangan tarif pajak) dapat mengakibatkan jumlah PPh yang lebih rendah untuk pekerja dengan penghasilan bruto yang sama.

Namun, penting untuk dicatat bahwa contoh ini bersifat hipotetis dan tidak mencerminkan perubahan aktual yang mungkin terjadi. Jika ada perubahan aturan pajak, disarankan untuk merujuk pada dokumen resmi atau mendiskusikannya dengan ahli perpajakan yang terkini untuk mendapatkan informasi yang akurat.

Sudah tahu cara menghitung tarif progresif PPh 21 tapi masih bingung? Percayakan kepada jasa konsultan pajak GP Consulting, dijamin urusan perhitungan tarif progresif PPh 21 Anda menjadi beres!

Bagikan artikel